Marah, sedih, bingung, dan stres. Rasa itulah yang tengah menggelayuti diri presenter cantik Tina Talisa. Tina, yang biasanya tampil ceria di layar kaca, berubah murung. Ditemui majalah detik di Plaza Senayan City, 31 Agustus 2012, Tina mengaku mengantuk berat karena kurang tidur. Selama sepekan ini, ia juga hanya sempat makan sehari sekali. Itu sebabnya, berat badan presenter kelahiran Bandung 32 tahun lalu itu turun.
Tina Talisa Melawan

“Bulan puasa biasanya berat badan turun, setelah puasa kembali normal. Kalau ini setelah puasa berat badan saya turun lagi,” ucap Tina yang mengenakan blus warna hijau tosca itu. Semua berawal dari Jumat sepekan sebelumnya. Seorang pembaca berita televisi menjadi bahan pergunjingan di jejaring sosial twitter. Gosip tak sedap bergulir. Si presenter diduga menerima aliran uang panas dari anggota DPR.
Beberapa kicauan menyebut Tina-lah presenter itu. Namun, meski mulai merasa tak nyaman, perempuan berambut lurus sebahu itu masih cuek. Ia memilih menunggu apakah gosip itu akan berkembang lebih jauh. Ternyata benar. Jumat 24 Agustus 2012 malam, isu miring tentang dirinya itu menjadi berita di sebuah situs berita. Berita lainnya lalu susul-menyusul di berbagai media, baik online maupun cetak hingga pekan berikutnya.
Dikabarkan, ia menerima transfer dari Mirwan sebesar Rp 126 juta. Berita itu diperkuat dengan bocoran data laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada pertengahan Agustus.
Ada 18 transaksi mencurigakan pada elite politik di Banggar DPR, salah satunya diduga punya Mirwan. Politikus Partai Demokrat itu sebelumnya memang telah disebut-sebut terlibat kasus Wisma Atlet SEA Games di Palembang. Nah, uang yang diserahkan kepada Tina itu diduga merupakan penyamaran hasil korupsi Mirwan. Selain mengirim ke Tina, Mirwan diduga menggelapkan uang negara dengan membeli tiga buah mobil mewah. Untuk mengelabui, mobil-mobil yang dibeli sepanjang 2009-2011 itu diatasnamakan adiknya, Amrinur Okta Jaya. Kebetulan, Okta adalah suami Tina.
Meski ditulis dengan inisial TT, Tina yakin dialah yang menjadi objek berita itu. Perempuan berambut lurus sebahu itu pun geregetan. Sebab, beberapa media menulis tanpa berusaha lebih dulu mengonfirmasi kepada dirinya.
Memang, finalis Putri Indonesia 2003 itu mengakui beberapa media menghubunginya untuk wawancara. Namun, karena menganggap berita itu masih samar samar, ia belum bisa memberikan jawaban apa pun. Selain itu, ia juga tak mau terjebak pada perang opini. “Itu bukan sesuatu yang harus dikomentari dengan opini. Bukan pula harus dibantah dengan kata-kata.
Tapi dengan data,” tutur Tina. Tina merasa yakin tak pernah menerima transfer duit sepeser pun dari kakak iparnya. Ia berulang kali bertanya kepada suaminya apakah pernah Mirwan mengirim uang sepanjang Mei sampai Juni 2011 ke rekening pribadinya.
“Suami saya bilang ‘boro-boro mau transfer. Nomor rekening saya saja, (Mirwan) nggak tahu’,” ucap Tina.
Untuk membuktikan keyakinannya, Tina lalu berniat menengok transaksi di keempat rekeningnya: Mandiri, Bank Mega, BCA, dan HSBC Amanah. Sayangnya, hal itu tak bisa segera dilakukan, karena saat itu bertepatan dengan akhir pekan.
“Saya lebih banyak nggak sabar ingin hari segera Senin,” ucap sarjana Kedokteran Gigi Unpad Bandung itu.
Senin 27 Agustus 2012, Tina baru bisa mendatangi keempat bank tempatnya menyimpan uang. Satu per satu. Tujuannya untuk meminta rekening koran berikut pembukaan data pengirim. “Saya sampai melakukan semacam roadshow waktu itu,” katanya. Apes, hanya satu bank saja yang bisa mengabulkan permintaannya dalam waktu satu hari. Lainnya, ada yang menjanjikan baru bisa menyerahkan dalam satu
minggu bahkan dua minggu. Pembukaan data pengirim memang memerlukan prosedur yang sedikit rumit.
“Pembukaan data rekening ini harus ke Biro Hukum,” tutur Tina yang didampingi suaminya itu.
Namun, berkat bantuan seorang koleganya, data itu bisa didapatkan lebih cepat. Sampai Rabu 29 Agustus 2012 yang lalu, data rekeningnya itu sudah hampir 100 persen. Data rekeningnya yang terakhir diterima pada hari Jumat siang. Menurut Tina, tak ada nama Mirwan Amir dalam data pengirim ke keempat rekeningnya sepanjang Mei-Juni
2011. Ia menyodorkan seluruh data rekeningnya dari bulan April-Juli untuk dilihat majalah detik. Termasuk juga mutasi rekening suaminya.
“Boleh kalau mau semuanya dicek silakan. Tapi cek nama ya, jangan angka,” kata Tina sambil tersenyum.
Tina mengatakan, karena rekeningnya tak ada nama Mirwan, maka ia berkesimpulan berita yang disajikan oleh media selama ini adalah kebohongan dan fitnah. Tina pun merasa nama baiknya telah dicemarkan. Berbekal data rekening itu, Tina telah mengadukan empat media cetak ke Dewan Pers pada Rabu lalu. Keempat media itu adalah Kompas, Rakyat Merdeka, Berita Kota, dan Warta Kota. Ia ditemani Nurjaman, Pemred Indosiar-SCTV, stasiun televisi tempat Tina saat ini bekerja.
Selain menyebarkan berita tak benar, Tina juga menilai pemberitaan keempat media itu menyalahi kode etik jurnalistik sehingga merugikan dirinya. Tuduhan yang ditulis koran-koran itu menurutnya tak disertai kewajiban konfirmasi yang diatur dalam UU No.40/1999 tentang Pers.
Tina berharap aduannya itu ditelaah Dewan Pers. Apabila nanti lembaga yang diketuai Bagir Manan itu memutuskan aduannya terbukti, maka ia meminta keempat surat kabar itu untuk meralat berita sekaligus meminta maaf. Wakil Pemimpin Redaksi Kompas, Budiman Tanurejo mengatakan, pemberitaan di hariannya menyebutkan inisial TT. Karena baru menyebut inisial, maka konfirmasi itu tak perlu dilakukan. Sebab, apakah TT itu “Tina Talisa” atau TT yang lain, Kompas belum mengetahuinya. “Kita tidak menyebut nama apa pun, itu hanya aliran dana hasil analisis PPATK kepada KPK, kita baru akan cari tahu TT itu siapa,” kata Budiman.
Pemimpin Redaksi Harian Rakyat Merdeka, Ratna Susilowati setali tiga uang. Dalam pemberitaan edisi 28 Agustus 2012 lalu, Rakyat Merdeka tak pernah menyebut inisial TT, apalagi “Tina Talisa”. Karena berita itu pun tidak mengarah kepada Tina Talisa.
“Kami tidak ingin berprasangka itu Tina. Karenanya kami tidak menyebut namanya,” jelas Ratna.
Tina punya argumen tersendiri mengenai penggunaan nama inisial dalam penulisan jurnalistik. Namun, ia masih menyimpannya rapat-rapat. Menurut Tina, aduan ke Dewan Pers juga bertujuan untuk pembelajaran jurnalistik itu sendiri. Ia mengaku tidak membenci sedikit pun terhadap media yang menulis tidak proporsional terhadap dirinya.
“Bagaimana saya benci, wong saya ada di habitat ini,” ujar Tina yang sudah delapan tahun menekuni dunia jurnalistik itu. Mirwan Amir juga memberi bantahan. “Saya sudah pernah berbicara sebelumnya, saya tidak pernah berurusan dengan Tina Talisa, apalagi ada transaksi keuangan,” kata Mirwan. (WAN /YOG)